dari kongres ke kongres IPNU
Pendirian Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dimotori oleh M Sufjan Cholil (Jombang), H. Mustahal (Solo), dan Acmad Masjhub, dan Abdul Ghoni Farida (Semarang) yang mengusulkan kepada PB LP Maarif yang saat itu menyelenggarakan Konferensi Besarnya di Semarang.
Sebelum menindaklanjuti pengesahan Konferensi Besar Ma’arif NU, assabiqunal awwalun (sebutan bagi tiga perintis IPNU) mengadakan Konferensi Segi Lima di Solo. Konferensi ini meliputi daerah Yogyakarta, Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri. Konferensi ini melahirkan beberapa keputusan penting, yaitu bahwa organisasai berazaskan ahlussunah wal jamaah, wilayah garapan organisasi yang khusus putra, dan tujuan keberadaan organisasi adalah mengokohkan ajaran Islam sekaligus risalah diniyah (penyebarluasan), meninggikan dan menyempurnakan pendidikan dan ajaran Islam, serta menghimpun semua potensi pelajar yang berpaham Ahlussunah wal jamaah di semua sekolah sekolah yang ada. Keputusan yang tidak kalah penting adalah menunjuk Mohammad Tholchah Mansoer sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU dan menetapkan Yogyakarta sebagai kantor pusat, serta sekilas PD/PRT IPNU. Berita pelaksanaan Konferensi Segi Lima serta hasil-hasilnya segera disebarkan ke seluruh pelosok Tanah Air, terutama kota-kota yang terdapat pesantren. Hingga sampai saat ini perkembangan IPNU-IPPNU sangat signifikan.
Selanjutnya IPNU mendapat pengakuan resmi sebagai bagian dari NU pada Muktamar NU ke 20 di Surabaya pada tanggal 9 – 14 September 1954. Kemudian IPNU melaksanakan muktamar yang pertama pada tanggal 28 Februari 1955 di Malang Jawa Timur. Kebesaran muktamar benar benar terwujud, dan semakin terasa istimewa karena dihadiri oleh Presiden RI Ir. Soekarno, Wakil Perdana Menteri Zainul Arifin, Menteri Agama RI KH. Masykur. Sedangkan dari jajaran PBNU hadir Rois ‘Aam NU KH Abdulwahab Chasbullah, Ketua Umum Partai NU KH Dahlan, Ketua Umum PB Maarif NU KH Syukri Ghozali. Hal itu yang menandai pengakuan pihak Eksternal dan Internal eksistensi IPNU sebagai salah satu organisasi kepemudaan di Indonesia.
Pada muktamar II di Pekalongan pada tahun 1957, mulai diadakan lomba dan beberapa pertandingan cabang olahraga, diantaranya sepak bola, bulutangkis dan catur. Pada muktamar II ini kembali Tolkhah Mansyur dipercaya sebagai ketua Umum.
Muktamar III dilaksanakan di Cerebon, pada tanggal 27 Desember 1958. di muktamar ini IPNU mulai mendapat kritik, karena diusia yang ke-4 kader pesantren merasa ditinggalkan dan kurang diakomodir. Puncaknya mereka menilai bahwa eksistensi IPNU sebagai organisasi tidak jauh berbeda dengan PII. Semangat kritisisme peserta muktamar mulai kelihatan, hal ini dapat dilihat dari Usulan-usulan baik itu kepada PP IPNU, PB Maarif, ataupun kepada Menteri Agama, menteri PP & K, dan Menteri Perhubungan. Dalam muktamar ini POR mulai diadakan secara resmi yang diikuti oleh 56 cabang IPNU dari seluruh Indonesia. Selain Tolkhah Mansyur terpilih kembali sebagai ketua Umum IPNU, yang paling penting adalah munculnya amanat Muktamar bahwa PP IPNU harus menyusun Mukadimmah AD / ART IPNU yang akhirnya berhasil disusun pada tanggal 16 Oktober 1959.
Muktamar IV diselenggarakan di Yogyakarta, pad tanggal 11 Februari 1961, beberapa hal penting yang dihasilkan dalam muktamar ini adalah penghapusan departemen perguruan tinggi IPNU karena sudah ada PMII, penggantian istilah muktamar menjadi kongres, dan perubahan istilah dari Anggaran Dasar / Rumah Tangga (AD/ART) menjadi Peraturan Dasar / Peraturan rumah tangga (PD/PRT) serta finalisasi bentuk lambang IPNU. Dan terpilihnya Ismail Makky sebagai ketua Umum.
Sebelum diadakan Kongres ke V di Purwokerto, diadakan konferensi besar di Pekalongan pada tanggal 28 Oktober 1964, lahirlah rumusan sikap yang disebut dengan ‘Doktrin Pekalongan’, yang isinya sebuah ekspresi kesadaran IPNU untuk terus berusaha melakukan langkah langkah kongkrit aktualisasi perjuangan menuju cita cita Nahdlatul Ulama. Doktrin Pekalongan juga menegaskan pemihakan IPNU kepda Pancasila, mengalahkan manifesto Komunis maupun Declaration of Independence. Dari Doktrin pekalongan inilah yang kemudian mendorong berdirinya Corp Brigade Pembangunan (CBP) pada tahun 1965. Mengingat pada saat itu eskalasi politik sedang meningkat. Operasional CBP ada pada wilayah membantu usaha pembangunan masyarakat desa dan sebagai organ keamanan bagi IPNU. Kongres V di Purwokerto menghasilkan ketua terpilih Asnawi Latif. Dan yang terpenting adalah Ikrar Bersama peserta Kongres V yang berbunyi “Nama Organisasi ‘Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ tidak akan di ubah untuk selama lamanya.”
Setahun setelah CBP terbentuk, IPNU menyelenggarakan Kongres VI di Surabaya pada tanggal 20 – 24 Agustus 1966, dikongres ini juga diadakan PORSENI IPNU / IPPNU. Di kongres ini menghasilkan keputusan yang fundamental yaitu IPNU / IPPNU sebagai badan otonom Partai Nahdlatul Ulama. Artinya posisi sejak kongres VI IPNU / IPPNU sejajar dengan GP Ansor, Muslimat dan Banom banom yang lain. Dan keputusan lain yaitu memindahkan kantor pusat IPNU dari Yogyakarta ke ibukota Jakarta.
Tahun 1988 saat kongres ke-10 di Jombang, dikarenakan UU Nomor 8 tahun 1985 tentang aturan keormasan di Indonesia. Azas dan nama berubah, karena tuntutan UU itu, seperti juga pada NU. Tetapi hakekat dari tujuan, sasaran kelompok dll, tetap sama. Akronim IPNU dari Ikatan pelajar NU menjadi Ikatan Putra NU. Bahkan ketika itu, sebenarnya tidak saja kependekan “P” termasuk dua huruf dibelakangnya (NU) yang harus dihapuskan, karena hal itu dianggap sebagai bawahan partai tertentu. Pada kongres akhirnya tetap menjadi IPNU, hanya “P”-nya saja yang berubah,dari pelajar menjadi putra. Hal serupa juga terjadi pada organisasi pelajar manapun. Perubahan nama tersebut menjadikan IPNU terpaksa merubah focus sasaran bidang garap dari pelajar dan santri, menjadi lebih difokuskan pada kemahasiswaan.
Namun kemudian dalam kongres ke-13 di Makasar tahun 2000, para kader IPNU memunculkan kesadaran bersama yang terasa hilang sejak tahun 1988, sehingga menghasilkan sebuah “Deklarasi Makasar” yang berisi rekomendasi bahwa IPNU kembali pada proses kepelajaran, lalu menumbuhkembangkan IPNU pada proses perjuangan sekolah dan pondok pesantren dan terakhir menghidupkan lagi Lembaga CBP (Corp Brigade Pembangunan ) yang lahir 1965 sebagai kelompok kedisiplinan, kepanduan, dan Pecinta Alam. Semua itu dalam kerangka mencapai tujuan IPNU yaitu terbentuknya putra-putra banga yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, Berakhlak mulia, dan berwawaan kebangsaan, serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksanakanya syari’at Islam menurut paham Ahlus Sunah Wal Jama’ah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pada konggres IPNU di Surabaya, para kader IPNU membuat sebuah kesepakatan bersama yaitu untuk merubah nama dan sekaligus Visi kepelajaran dan orientasi Pengkaderan IPNU pada garis perjuangan yang semestinya. Pada Kongres di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tersebut, sebenarnya sebagian besar peserta, terutama dari luar Jawa, tidak sepakat perubahan Putra ke Pelajar. Namun, karena tekanan dari PBNU (karena memang hak PBNU sebagai induk organisasi untuk mengintervensi IPNU pada saat dipandang perlu), akhirnya pada Pleno khusus ditetapkan secara aklamasi, bahwa IPNU kembali menjadi Ikatan Pelajar NU dengan fokus bidang garap pada segmen Pelajar dan Santri
Posting Komentar