PRO-KONTRA AL-QUR’AN LAGGAM JAWA

PRO-KONTRA AL-QUR’AN LAGGAM JAWA Ada sesuatu yang berbeda dalam peringatan Isra’ Mi’raj 1436 H di Istana Negara, pada Jum’at (15/5/2015) malam. Adalah Muhammad Yaser Arafat yang membaca Al-Qur’an surat An-Najm ayat 1-5 dengan lantunan lagu Dandang Gulo salah satu bagian dari Langgam Jawa yang Ide menggunakan seni baca tersebut datang langsung dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, tujuannya dari pembacaan Alquran dengan langgam Jawa adalah untuk menjaga dan memelihara tradisi Nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam. Jika di tinjau kembali segi maknanya, lagu Dandang Gulo kurang lebih bermakna angan-angan manis. Lagu dalam langgam Jawa itu punya cengkok naik turun nada dan panjang pendek yang khas. Kekhususan nadanya juga terkait erat pada jumlah bait syairnya serta jumlah suku kata dan bunyi-bunyi di akhir bait. Tak hanya itu, jenis langgam semacam itu juga kerap membawa misi-misi tertentu. Dari segi hukum, membaca al-Qur’an dengan langgam itu bukan masalah selama itu tidak melanggar mahrojul huruf dan tajwid. Namun, dalam agama itu tidak hanya masalah hukum tetapi juga dari segi akhlak yang menjadi patokan sang qori pantas atau tidaknya membacakan al-qur’an dengan nada itu. aksi Yasser yang tak biasa ini menuai kontroversi diantara beberapa tokoh agama baik yang memperbolehkan ataupun menyalahkan, misalnya pakar ilmu Al-Qur’an KH. Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, ia mengatakan bahwa Cara membaca Al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia yang merupakan sebuah kreatifitas budaya tertentu sangat diperbolehkan karena tidak ada dallil shahih yang melarang. selama memperhatikan hukum bacaan semestinya sementara, Ustadz Misbahul Anam (Ketua Majelis Syuro DPP FPI) mendesak Menteri Agama RI Lukman Hakim Saefudin, agar bertaubat dan tidak meneruskan tradisi Nusantara berupa qiraat langgam Jawa yang memang menyalahi aturan seni baca al-qur’an yang sesungguhnya. Bagi saya,bagaimana pun pendapat orang terkait laggam jawa, adalah sesuatu kema’luman bagi mereka yang memang pada dasarnya masing-masing tokoh yang ikut berkomentar tentunya memiliki refrensi. Disini kita dapat belajar memahami dari perbedaan pendapat tersebut agar bisa memilah dan mengambil hikmah yang baik boleh kita ikuti. Agar kita yang sedang belajar al-quran tidak terpengaruh dengan problem ini serta senantiasa belajar mengikuti kaidah yang sudah ada tampa harus mempoles hal-hal yang baru apabila tidak ada anjuran dari pemerintah yang disepakati oleh para pakar al-quran, ini merupakan potret agar dalam perjalanan belajar agar khususnya yang masih berkaitan dengan mempelajari al-qur’an kita harus hati-hati agar tidak menyalahkan aturan yang ada. Akhinya, disaat kita masih belajar tentang tajwid yang merupakan rujukan ilmu seni baca Al-Qur’an yang benar makan hendak jangan mengklaim mendukung ataupun men-justice bahwa seni baca dengan laggam jawa adalah kesalahan besar, apalagi kualitas bacaan Al-Qurannya kita masih belum begitu baik. Biarkan saja para pakar yang berbeda pendapat, sebab mereka memang ahlinya.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. slamet funata - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger